Mengenang Sepuluh Tahun Yang Lalu

IMG_20150813_124223

Setelah 10 tahun berlalu, akhirnya aku akan menginjakan kaki lagi di desa Sei.Kerta. Sebuah desa di pedalaman Ketapang, Kalimantan Barat. Sekitar tahun 2005, aku ke sana naik motor. Kami boncengan menyusuri jalanan yang penuh debu, dan sering sekali harus masuk ke dalam lubang berlumpur sedalam setengah meter. Pakai motor pun sangat sulit untuk melawati jalanan itu. Apalagi mobil penumpang dan mobil truk yang melewati jalan itu. Biasanya mereka harus menggunakan balok-balok kayu dan bongkahan batu untuk melewati lumpur dan jalanan yang berlubang. Jalanan berlumpur pun tidak hanya beberapa meter tapi kadang panjanganya bisa puluhan meter. Jalan pun terhambat.

Saat itu motor yang aku boncengi jatuh di tengah kebun kelapa sawit. Bapak yang stir motor kakinya kena knalpot. Akh! Sakit sekali katanya, jadi kami berhenti dan memeriksa sakitnya. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan lagi. Setelah beberapa kilo meter lagi, bapak tersebut jatuh lagi bersamaku. Dan, lagi-lagi kakinya kena knalpot yang panas. Syukurlah luka yang kedua ini tidak separah yang pertama. Setelah diobati dan dibungkus dengan sobekan kain, kami melanjutkan perjalanan. Saat itu, kondisi jalan sangat licin karena semalam turun hujan.

IMG_20150814_150445 IMG_20150814_150923

Gangguan tidak hanya dari dari cuaca dan kondisi alam. Tapi jalan-jalan yang rusak biasanya dibuatkan jalan darurat yang tidak berlumpur untuk bisa dilewati motor dan mobil. Tentunya ada penjaga jalan yang meminta uang pada kami-kami yang lewat. Mulai dari seribu – dua ribu rupiah. Yah! Orang melewati jalan susah malah ditodong. L Kalau nggak salah kami menyebut itu dengan miting. Haha! Entah apa artinya. Jumlah miting pun dua puluh lebih. Jadi bisa dikira-kira berapa uang yang harus kami siapkan untuk pajak jalanan itu. Perjalanan pun waktu itu kami tempuh sekitar 6 jam.

Tahun ini, 2015, aku ke sana lagi. Dari Ketapang naik motor lagi rame-rame. Cuaca sangat panas, jadi mulai dari sepatu, celana, baju, masker dan topi/helm harus lengkap agar bisa terhindar dari debu jalanan. Senang sekali rasanya bisa ke sana lagi setelah lama tidak ke sana. Aku masih ingat waktu itu, aku pernah berjanji pada diriku sendiri bahwa suatu saat nanti aku pasti akan kembali lagi ke desa ini.

IMG_20150814_145903_BURST1       IMG_20150813_124235_BURST1_1439828631727IMG_20150814_143558

Kali ini perjalanan sedikit lebih enak. Sudah ada jalan yang diaspal puluhan kilo meter. Tapi yah kadang-kadang ada lubang yang kami tidak tahu padahal kecepatan motor kencang. Dagh! Motor sedikit melayang di udara dan hampir jatuh. 4 motor saling kejar-kejaran di jalanan yang tidak bersahabat. Dan tentunya motor yang aku tumpangi paling buncit. Kadang mereka kasih por pada kami. Mereka berhenti dan kami tetap jalan di depan, 15 menit lagi mereka sudah menyalip lagi. Gila, cepat bener apa nggak takut jatuh? Haha. Padahal jalanan berdebu, pasir dan kerikil kecil-kecil. Mereka tetap melaju dengan kecepatan ‘tinggi.’ Hamparan tanah begitu luas di sepanjang jalan. Ada kebun kelapa sawit, ada hutan yang terbakar dan sisa-sisa pepohonannya yang menghitam, ada perkampungan, deretan toko dan warung makan. Luas banget rasanya Indonesia ini, masih banyak tanah kosong. Bila dulu perjalanan ditempuh dengan 6 jam, kali ini hanya perlu 3-4 jam sudah sampai dengan selamat. Meskipun pantat kita sangat pegal dan seluruh baju dan tas kita tertutup debu.

IMG_20150814_164334IMG_20150814_162055

Wow! Terimakasih Indonesiaku. Terimakasih Negeriku. Terimakasih BDI-ku. Luar biasa sekali setelah lama tidak ke tempat itu. Jalanan sudah beraspal selebar 4-5 meter dan sudah sampai ke kota Pontianak. Katanya kalau ke Pontianak dapat ditempuh selama 6-7 jam. Bayangkan kalau jalannya masih sempit, berdebu, berlumpur dan banyak lubang seperti dulu. Entah berapa puluh jam perjalanan yang harus ditempuh.

Jreng! Sinyal HP pun full dan lancar jaya. Dulu aku bawa HP tapi nganggur, selama Seminggu di sana tidak ada sinyal sama sekali. Kalao mau buka sms dan melakukan telpon, aku harus ke kota kecamatan terdekat yang dapat ditempuh dengan menggunakan motor sekitar 2 jam. Tergantung dari seberapa bagus kondisi jalan dan cuacanya. Akh! Indonesia kamu itu keren! Kemajuan pembangunan dapat terasa sampai di sini dengan bukti nyata di depan mata.

Rumah-rumah yang dulu panggung dan lebih banyak menggunakan kayu, sekarang sudah mulai banyak yang menggunakan tembok dari campuran pasir dan bebatuan / bata merah. Cetya yang dulu masih ‘biasa’ sekarang lebih cantik dan mewah. Di depannya pun jalan raya. Listrik pun sudah lancar menyala tapi entah berapa jam bisa nyalanya. Kalau dulu sehari kadang tidak menyala sama sekali dan lebih sering hanya satu jam saja. Paling lama listrik ada hanya 2 jam. Selebihnya pakai lampu dengan minyak atau lilin. Tapi kami lebih memilih jam delapan malam untuk tidur saja sambil mendengarkan suara jangkrik dan suara babi di bawah rumah panggung.

IMG_20150813_172202 IMG_20150813_171455 IMG_20150813_171446

Setelah istirahat sejenak, kami bersiap untuk makan siang. Ada ikan goreng dari sungai yang bentuknya sangat tidak membuatku selera. Dan beberapa bagian sedikit terpotong kecil-kecil. Sayur pun dibungkus plastik transparan kecil-kecil. Hemm.. sudah lapar tapi coba ikan dan lauknya sedikit dulu deh. Takut nggak cocok. Anjrit! Rasanya enak bingit tuh ikan yang tadi bikin malas makan. Jadi aku nambah lagi nasi, lauk dan ikannya. Entah apa tuh nama ikannya udah lupa yang jelas enak banget dan aku belum pernah makan ikan jenis itu. Terimakasih, Bu, masakannya enak banget. Aku nambah dua kali loh J Boleh dan sah-sah saja sih aku nilai dari mata tuh ikan tidak enak. Tapi setelah dicoba, nagih dan beda banget dengan perkiraanku. Mengenang sepuluh tahun yang lalu banyak yang bilang, Indonesia tidak akan maju. Tapi melihat apa yang terjadi di Sei.Kerta saat ini dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, apa itu bukan kemajuan? Apakah aku masih ragu dan tidak bangga hidup dan besar di Indonesia ini? Apalagi setelah bertemu dengan orang-orang Sei.Kerta yang akrab, ramah, gembira dan siap berbagi cerita tentang hidupnya mereka. Aku seperti pulang ke ‘rumah.’ Terimakasih.

IMG_20150813_172158 IMG_20150813_172130

[Talkshow] Langkah Kecil untuk Indonesia

Vinnydubidu's

Sebab semua perubahan besar, dimulai dari satu gerakan kecil.

PRO M PROGRESIF (2)

Change.org – Kegelisahan untuk mengatasi permasalahan sosial yang terjadi di sekitar bisa dimulai dari sini. Daftarkan diri menjadi anggota, sebutkan masalah yang ingin kamu petisikan, siapa pihak yang ingin kamu tuju untuk menerima petisi ini (umumnya adalah pengambil keputusan), lalu apa alasanmu ingin mengangkat petisi tersebut. Jika petisi dirasa “pas”, maka lebih dari satu juta pemilik akun akan menerima petisi ini, dan bisa memberikan suara jika memiliki kegelisahan yang sama. “Dalam satu hari, kita menerima hampir 25 petisi”, cerita Arief Aziz, campaign director change.org Indonesia. Tidak semua petisi berisi tututan serius. “Pernah ada petisi yang memprotes aliran listrik di rumahnya tidak stabil, ditujukan ke bapak Presiden. Tentu petisi semacam ini agak salah sasaran. Cukup Lurah pun sudah bisa membantu kalau listrik di rumah bermasalah,” contohnya.

Namun, sejumlah perubahan besar pun telah terjadi berkat petisi yang diajukan dari sini. Tahun 2013 lalu…

Lihat pos aslinya 681 kata lagi

“The 100-year-old man who climbed out of the window and disappeared”

“Wah, buku apa itu? “

“Bagus Kad, bukunya. Tentang petualangan kakek-kakek yang lari di hari ulang tahunnya yang ke 100 tahun. Seru, beneran deh! Kamu mesti baca. Kocak banget nih buku.”

“Oke, nanti aku pinjam yah.”

“Ok, Kad.” Kata Davy.

Begitulah, perjumpaanku dengan buku nyentrik itu. Ya, aku suka kepo kalau ada orang bawa buku, biasanya nggak tahan untuk tanya itu buku apa dan isinya tentang apa. Menarik juga judulnya buku itu. Aku jadi membayangkan seorang kakek berumur 100 tahun lalu menghilang. Kira-kira apa yang akan terjadi ya? Kayaknya seru dan akan banyak kejadian yang tak terduga.

Begitu Davy, selesai membaca dan memberitahukan bahwa bukunya sudah bisa dipinjam, aku tetap aja malas. Padahal tinggal mengambil buku itu ke kantornya. Setelah beberapa Minggu dan pas temanku nggak ada di kantor, bukunya kuambil. Tentu saja saat itu ada teman sekantornya yang mengambilkan. Akhirnya bisa pinjam juga dan saatnya membaca.

Seperti membeli semangka saja. Buku itu kuamati sampulnya dari depan, balik ke belakang. Buka halaman pertama, baca berbagai pujian dari berbagai majalah di belahan bumi Eropa (nggak yakin benar itu semua majalah.. haha).. Buka bagian belakang isinya ada biografi penulisnya, Jonas Jonasson dari Swedia. Penulisnya seorang wartawan dan menarik juga pengalamannya. Setelah puluhan tahun bekerja di media, surat kabar dan televisi dia menjual semuanya. Dia dan keluarganya pindah keluar negeri, tinggal di sebuah desa selama 3 tahun. Saat itulah novel ini diselesaikan.Kayaknya menarik juga nih pengalaman hidupnya. Rasanya bakal makin seru isi novelnya.

Allan, orang tua 100 tahun itu menjadi tokoh utamanya. Menjelang perayaan hari ulang tahunya ke 100 tahun malah pergi dan menghilang. Kontan saja, semua orang bingung mencarinya. Cerita makin seru ketika sebuah kelompok criminal terlibat dalam cerita tersebut karena Allan mengambil koper mereka. Polisi pun terlibat dalam pencarian Allan, termasuk media juga selalu memberitakan setiap perkembangan yang ada. Seluruh kota heboh! Buku ini cukup enak dibaca dibumbui dengan berbagai banyolan-banyolan yang cerdas. Hal itu membuat kita yang membaca bisa senyum-senyum sendiri atau sesekali ketawa. Hahaha! Latar belakang ceritanya di tahun 2005. Buku ini juga menceritakan masa kecil tokoh utama Allan dan petualangannya di masa lalu. Petualangan Allan mempertemukannya dengan Presiden Amerika, Korea Utara, Uni Soviet, China dan banyak lagi. Jadi ada sedikit bumbu-bumbu sejarah dan politik pada era 1905 – 2005. Bertemunya Allan dengan pemimpin-pemimpin tersebut juga penuh lawak.

Meskipun menarik, kadang aku menemukan titik jenuh juga membacanya. Buku ini sama sekali tidak ada ilustrasi gambar kecuali gambar laki-laki tua yang mau naik ke sebuah bangunan dengan koper di lantai untuk menambah tinggi jangkauan kakinya, sebagai ilustrasi tiap ganti bab. Selain itu gambar bus kecil di tiap akhir cerita pada tiap bagian bab. Baca buku harus sampai selesai, harus! Buku ini cukup padat tulisannya. Setelah agak lelah mengikuti serunya berpetualan dengan Allan, akhirnya ada kejutan! Ternyata Indonesia, khususnya Bali menjadi salah satu latar cerita tersebut. Budaya dan makanan lokal khas Bali pun juga jadi bahan cerita. Tidak hanya itu, “Indonesia adalah Negara di mana segalanya mungkin” kata Allan. Mulai dari budaya suap dan berbagai keburukan Indonesia terekam di dalam ceritanya. Membaca buku itu seperti diingatkan lagi masih banyak yang harus diperbaiki dari Indonesia. Baik buruknya Negara ini seperti yang dilihat Allan ya itulah kita. Akhirnya kejenuhan membacaku pun seperti dapat energi baru untuk segera menyelesaikan buku ini. Penarasan apa lagi yang akan diceritakan tentang Indonesia. Hehe. Apa ya endingnya? Haha! Makin ngakak dan konyol saja ceritanya. Dan, ternyata buku ini sudah dibuat filmnya. Yea! Setelah membaca sebaiknya baru nonton filmnya karena imajinasi kita bebas dan tak terbatas. Walaupun filmnya sepertinya nggak sesuai semua dengan imajinasi kita minimal kita sudah terhibur. Tak sabar lagi untuk membaca buku Jonas Jonasson berikutnya “The Girl Who Saved The King Of Sweden” Wah, tanggal 23 September 2015 nanti Beliau akan meluncurkan buku berikutnya di Swedia, “Hitman Anders.” Ditunggu bukunya Mbah, eh, Pak Jonas!

Thank You, Davy! 🙂

Jakarta, 9 Agustus 2015

PELAJARAN HARI INI RABU, 26 APRIL 2014

Kring kring kring! Suara alarm di meja samping tempat tidurku berbunyi. Langsung aku terbangun untuk mematikannya. Ah, baru jam 6 pagi. Jadi masih bisa tidur bentar ah. Apalagi aku ngantuk banget, semalam baru jam 2 bisa tidur. Wajar dong nggak bangun jam 6. Setidaknya nanti jam 7 aku bangun. Hehehe. Alarm aku ganti jadi jam 7 pagi. Lumayan bisa tidur satu jam lagi untuk mengobati kekurangan tidur semalam. .Selimut aku tarik kembali. Mata terpejam lagi.

Kring! Aduh alarm bunyi lagi. Hemm. Tapi masih mengantuk gimana dong. Tiduran dulu bentar nggak apa-apa kayaknya. Malasnya untuk bangun. Akhirnya aku berdiri juga dan langsung cuci muka. Setelah itu ambil nasi dan air untuk persembahan di altar sembahyang. Tapi rasanya nggak akan cukup waktu untuk gongyo pagi dulu. Hemm. Gimana ya. Soalnya kalau nggak gongyo perasaan jadi nggak enak dan nggak tenang. Ya, sudah yang penting strika celana dan baju dulu yang akan dipakai. Setelah itu aku langsung mandi dan ganti baju. Wah, sudah jam 8 pagi aja nih. Rasanya memang nggak akan keburu kalau sembangyang pagi dulu. Langsung saja aku menyiapkan dokumen yang perlu aku bawa untuk ketemu orang. Nanti pakai motor mana ya? Motorku sendiri atau pinjam motor kantor? Hemm. Pakai motor sendiri belum normal karena sering mati tiba-tiba di tengah jalan. Bahaya! Pakai motor kantor aja deh. Tapi yang Supra atau Vega? Saat pinjam motor di posko satpam, seorang satpam memberikan kunci motor Vega. Tapi saya minta yang Supra aja karena cc motornya lebih gede jadi akan lebih kencang. Tapi kok perasaanku nggak enak. Ada apa? Ah, abaikan sajalah. Saat kunci motor sudah masuk dan kondisi mesin on, jarum penunjuk menandakan bahwa bensin sangat menipis dan perlu diisi. Sempat ada keraguan lagi untuk ganti motor. Kok perasaan makin nggak enak gini ya? Tapi ya sudahlah nanti tinggal mampir pom bensin bisa diisi atau kalau ada penjual bensin eceran juga boleh tuh.

Mesin motor sudah panas, meluncur di jalanan. Sampai di jalan Salemba motor berhenti. Mesin beberapa kali aku hidupkan tapi tetap nggak bisa. Waduh, ini ada aja halangannya. Kayaknya bensinnya beneran habis deh. Tapi di mana tempat bensin terdekat? Aku pun mendorong motor yang mati itu di samping jalanan yang ramai. Sampai ketemu Pak Polisi dan Beliau menyarankan agar beli bensin di seberang jalan karena kalau lurus terus sepertinya nggak ada. Omongan Pak Polisi seperti angina lalu saja, tidak terlalu aku hiraukan. Tetap aja aku mendorong motor itu lurus terus di jalan Salemba menuju arah senen. Jeng jeng. Jauh benar nih pom bensinya. Kok nggak ada penjual bensin eceran sih. Hemmm! Seberapa jauh sih. Badan sudah berkeringat nih. Olah raga pagi. Dalam hati mulai evaluasi. Tuh kan bener kalau kamu nggak sembahyang pagi banyak hal jelek menghampiri dan menemuimu. Aduh! Kapok deh! Tapi kok belum sampai juga pom bensinnya. Ouh! Kepala yang tertutup helm dan cuaca panas sambil mendorong motor yang mati sungguh membuat badan tergerak untuk olah raga terpaksa. Kulit kepala, rambut dan badan mulai basah oleh keringat.

Akhirnya dapat juga pom bensin tapi sudah mendekati senen. Ampun jauh bener. Kalau tahu begitu ya mending dengerin saran Pak Polisi tadi. Salah sendiri juga sih nggak dengerin polisi. Sok tahu sih! Iya tahu aku salah. Udah jangan salahin aku lagi dong. Duh! Makanya dengerin orang lain. Apa yang menurutmu benar belum tentu bener woi! Woi! Dengerin nggak sih. Teriaku dalam hati. Teriak pada siapa? Kamu! Iya kamu yang nulis ini. Dengerin Woi! Iya aku dengerin! Pertamax sudah diisikan pada tangki motor, saatnya meluncur lagi. Tapi hati tergoda untuk minum dan makan cemilan di warung samping pom bensin, setelah berkeringat di pagi yang panas ini . Semoga jodoh baik segera datang. Hehe. Di samping warung ada yang jual bubur ayam. Ahk, apa mendingan makan dulu ya? Hahaha. Tapi minum aja deh. Tempatnya nggak nyaman buat makan. Apalagi ada banyak pegawai pom bensin yang lagi duduk-duduk sambil ngerokok dan ngobrol di warung tersebut. Glek glek. Teh dingin aku teguk. Segarnya. Wah ada gorengan. Boleh juga nih mencoba tahu isinya. Tahu isi aku ambil dan aku makan di pinggir jalan. Jiah, rasa tahunya agak gimana gitu. Mungkin udah nggak segar lagi. Jiah, di samping jalan itu banyak ludah dari para pegawai pom bensin. Jorok sekali. Aku jadi nggak nafsu lagi untuk menghabiskan tahu isi tersebut. Segera aku bayar dan meluncur ke tempat janjian ketemu orang di jalan Gunung Sahari. Kondisi jalanan cukup macet juga, agar segera sampai di tempat tujuan, aku melanggar peraturan dengan menggunakan jalur Trans Jakarta. Maafkan aku ya. Saat aku akan belok ke kanan jalan harus hati-hati karena ada mobil dan motor dari arah yang berlawanan. Dalam kondisi jalanan agak sepi saya mulai menyeberang dengan naik motor tapi tetap aja banyak motor dan mobil yang lewat. Saya diteriaki seseorang. Woiiii! Kalau nyeberang jagan sembarangan! Orang tersebut teriak sambil melihat ke arahku. Hemm. Ketemu jodoh nggak enak lagi hari ini. Iya aku salah. Sampai juga aku di tempat tujuan.

Sepertinya aku telat 10-15 menit saja. Tapi orang satu lagi yang kami tunggu belum juga datang. Aku ceritakan pada bapak yang sudah menungguku, bahwa hari ini sial banget karena nggak sembahyang pagi jadi kehabisan bensin dan ketemu jodoh jelek lainnya. Bapak itu langsung menanggapi. “Itu karena karma kita mateng, Mas.” Jleb! Kena lagi. Kami menunggu teman kami selama lebih dari satu jam di dalam mobil agar lebih dingin dengan menggunakan pendingin udara mobil. Setelah segala urusan dan ketemu orang bank yang akan survei beres ternyata tetap saja belum selesai. Pembuatan rekening bank kami tertunda karena masih ada berkas yang harus ditambahkan. Nasib. Target kerjaan yang harusnya selesai hari ini ternyata molor lagi. Saat aku pulang di depan Pasar Senen ada razia, aku sih tenang saja karena surat-surat lengkap. Ternyata aku di suruh minggir untuk ditilang. Hah! Kenapa? Lampu depan motor saya tidak di hidupkan. Nasib! Kesel dan nyesel! Tapi itu semua nggak ada gunanya. Karma sudah matang. Ya sudahlah ini salahku. Aku ngaku salah. Itu jodohku hari ini. Semua tidak kebetulan. Semua bukan karena nasib sial tapi “karma yang matang.” Semuanya aku yang membuat sebabnya hingga terjadi hal-hal itu di hari ini. Sudahkah aku mengakui salah? Salahnya di mana? Kenapa bisa begitu? #sakitnyatuhdisini. Iya, di sini!

KULTUM SUPERMENTOR 4 “FROM NOTHING TO AMAZING”

Saya dan 2 teman saya berencana untuk ikut acara Kultum Supermentor 4 ini. Kami ingin menggali dan dapat ilmu dari orang-orang yang sudah berpengalaman di bidang masing-masing. Orang dengan banyak perjuangan dan kerja keras hingga jadi HEBAT! Apalagi pembicaranya keren semuanya. Bapak Dahlan Iskan, Bapak Ignasius Jonan, Bapak Yohanes Surya dan seorang bintang tamu. Entah siapa yang tidak disebutkan namanya di awal. Tentunya Host acara ini Bapak Dino Patti Djalal yang keren dan menginspirasi kita selalu!

Acara tersebut dilaksanakan di gedung XXI Djakarta Teater, Minggu, 26 Oktober 2014. Pukul 18.00-21.00 wib. Jiah! Saya terancam tidak bisa ikutan karena pesawat saya dari Lampung jam 19.00 wib. Akhirnya saya putuskan untuk merubah tiket pesawat menjadi pukul 15.00 wib. Syukurlah ternyata bisa dirubah dan hanya menambah biaya sebesar Rp.40.000,-. Pada hari Minggu kemarin, saya sudah sampai Bandara Raden Inten II, Bandar Lampung sekitar 14.00 wib. Setelah check in, petugasnya memberitahukan bahwa pesawat delay hingga pukul 16.00 wib. Oh! Saya agak emosi sih dalam hati. “Maaf, Mbak, apakah saya bisa pindah ke pesawat yang lebih awal?” “Maaf Pak, sudah tidak bisa lagi,” jawab petugasnya. “Kenapa Mbak, apakah sudah tidak ada tempat duduk lagi?” “Maaf Pak, tempat duduk masih ada satu. Tapi tidak bisa karena data sudah ditutup 5 menit yang lalu dan semua data sudah sampai di atas pesawat. Coba kalau bapak datang lebih awal pasti masih bisa.” “Ok, Terimakasih Mbak.” Salah saya juga sih nggak datang lebih cepat. 5 menit begitu berarti dan berharga tapi saya terlambat! Dengan sedikit nyesel dan kesel saya pergi ke coffee shop. Jadi masih menunggu 2 jam lagi nih. Enaknya ngopi sambil baca buku 50 tahun BDI.

Akhirnya sekitar jam 17.00 pesawat saya terbang dari Lampung. Wow! Begitu pesawat sampai di Bandara Soekarno-Hatta saya seperti seorang pelari di garis start yang menunggu aba-aba untuk lari. Saat pesawat berhenti sempurna saya langsung mengambil tas di kabin. Tapi saat mau lari di lorong pesawat sudah banyak orang berdiri di depan saya. Ya mau nggak mau harus antri dan menunggu. Akhirnya saya bisa keluar dengan cepat, beli tiket bus Damri, turun di dekat Hotel Millenium, lalu lanjut naik ojek ke XXI Djakarta Teater. Yes! Sampai juga akhirnya.

DSC_0741 DSC_0742

Sampai di dalam ruangan sudah penuh oleh sekitar 1.600 orang yang sebagian besar anak muda.WOW! Amazing! Keren! Saat itu di atas panggung Bapak Dino Patti Djalal sedang membuka acara tersebut. Terimakasih akhirnya saya bisa ikut dan tidak terlalu telat. Setelah Pak Dino, pembicara pertama yang naik ke atas panggung adalah Pak Dahlan Iskan.

DSC_0743

Bapak Dahlan menceritakan bahwa di mana-mana dan dalam setiap kesempatan Beliau selalu menyuarakan agar anak muda maju dan berperan. Menurut beliau yang bisa lebih maju dan membuat perubahan adalah anak muda, wanita dan penguasa teknologi. Pak Dahlan sendiri saat memimpin Jawa Pos Group bilang bahwa pimpinan di perusahaan usianya nggak boleh lebih dari 40 tahun. Celakanya saat itu beliau berusia 40 tahun. Haha! Jadi mau nggak mau Beliau sendiri yang harus pertama kali keluar dari lingkup perusahaan. Saat itu perusahaan Beliau sekitar 150 perusahaan. Baliau membebaskan perusahaannya untuk memilih pemimpinnya asalkan orang yang terbaik untuk kemajuan perusahaan. Meskipun tidak ikut campur dalam pemilihan pemimpin perusahaan tapi Pak Dahlan meminta satu hak yaitu Beliau diberi hak untuk memberhentikan pemimpin perusahaan. Jadi, jika ada orang yang kerjanya nggak bagus Beliau bisa menghentikannya. Dan, sampai sekarang perusahaan-perusahaannya sangat berkembang dan sudah menjadi sekitar 300 perusahaan. Saat menjabat Menteri BUMN dan Dirut PLN gaji beliau tidak diambil. Hal ini bukan karena gagah-gagahan atau apa tapi karena memang beliau sudah berjanji untuk tidak bekerja lagi dengan alasan mencari uang karena sudah cukup akan hal itu.

Setelah tidak menjadi menteri lagi, beliau awalnya belum kepikiran akan ngapain. Ada orang diperusahaannya yang mengajak untuk kembali lagi mengurus perusahaan tapi itu tidak mungkin lagi. Apalagi setelah beliau tidak mengurus perusahaan tersebut sudah berkembang sangat pesat. Akhirnya sebulan kemarin beliau ingin jadi pengusaha kecil. Kegiatan ini sifatnya sosial tapi harus dikelola secara bisnis dan harus untung. Misi beliau daerah-daerah di pelosok Indonesia yang 10 tahun mendatang belum tersentuh oleh listrik PLN maka akan diciptakan listrik dengan sumber energi dari pohon Kaliandra Merah. Pohon ini kandungan kalorinya cukup tinggi dan setara dengan batu bara. Tapi untuk mengolah pohon kaliandra menjadi pellet yang akan digunakan untuk sumber energi listrik perlu alat pengolah. Pak Dahlan mengundang siapa pun di ruangan itu yang bisa menciptakan mesin tersebut untuk maju ke depan. Akhirnya ada 3 orang yang maju dan siap menjawab tantangan Pak Dahlan tersebut. Setelah itu Beliau menunjukan foto peralatan yang dimaksud. “Masak bikin alat kayak gini saja kita tidak bisa. Saya malu kalau harus mengimpor alat ini dari China. Kalau kita mau dan kerja keras pasti bisa menciptakan alat seperti ini,” katanya. Pohon kaliandra ditanam warga sekitar, lalu dijual ke perusahaan. Perusahaan menciptakan listrik dan dijual ke warga. Jadi uangnya tetap muter terus di daerah tersebut. Lalu siapa yang akan membuat alatnya? Siapkah kita menjawab tantangan tersebut?

DSC_0744

Tampak 2 sofa mungil berada di samping kanan dan kiri meja yang dihiasi dengan bunga. 2 botol Equil dan 2 gelas kaca tampak bersanding di antar bunga tersebut. Btw, ini Pak Jonan kok belum datang juga ya. Apakah belum selesai acara pengumuman kabinet di Istana Negara? Sayang sekali kalau nggak bisa datang. Biasanya saya hanya melihat Beliau di tv mudah-mudahan malam ini bisa hadir dan membagi pengalamannya yang luar biasa pada kami.

DSC_0747

Pak Dino dan seorang perempuan naik ke atas panggung. Helen Blanc, seorang Ibu dari Perancis yang berjuang untuk merawat anaknya yang dipenjara seumur hidup karena membawa narkoba. Pada awalnya hidupnya seperti biasa, memiliki 3 orang anak dan salah satunya Michael yang membawa narkoba ke Indonesia. Saat mendengar anaknya membawa narkoba dan akan disidang di Indonesia, beliau shock. Hatinya remuk redam dan pikirannya kacau. Akhirnya beliau memutuskan untuk ke Indonesia dengan berbekal tabungan keluarga dan bantuan dari saudara-saudaranya. Beliau meninggalkan suami, anak, saudara dan semuanya yang ada di Perancis. Beliau bukan orang kaya. Setiap hari beliau ke penjara di Bali, beliau mengunjungi anaknya dengan membawa nasi bungkus untuk anaknya. “Dengan uang sepuluh ribu rupiah saja sudah lengkap semuanya. Ada lauk-pauk dan sayuran,” kata wanita yang sudah lancar berbahasa Indonesia ini. Hal itu dilakukan setiap hari selama 15 tahun lebih di Indonesia. Wow! 15 tahun!

Waktu itu, beliau menyewa pengacara untuk membantu persidangan anaknya. Tapi semua uangnya habis untuk bayar pengacara tapi tidak ada hasil apa-apa. “Ada yang pengacara kita yang seperti itu?” Celetuk Pak Dino yang disambut tawa para hadirin. Akhirnya Ibu Helen memperlajari sendiri hukum Perancis dan hukum di Indonesia. Beliau berjuang sendiri sebagai seorang Ibu dan seorang ‘pengacara.’ Ibu Helen selalu berpesan kepada Michael. “ Kita ini patner. Kamu harus jaga kelakuanmu di dalam penjara. Jangan sampai terlibat dengan teroris maupun orang yang menggunakan dan menjual narkoba lagi. Sementara saya di luar bekerja keras untuk memperjuangkan dirimu. Kalau saya bekerja keras tapi sikapmu di dalam penjara tidak baik perjuangan kita tidak ada gunanya,. Ini semua akan sia-sia.” kenang Ibu Helen. Ibu Helen juga menulis sendiri surat untuk Presiden SBY agar anaknya mendapatkan keringanan hukuman. Pak Dino pun menceritakan sekilas perjumpaannya dengan Ibu Helen. Waktu itu Pak Dino menjadi staf Presiden SBY. Saat membereskan surat-surat di meja Pak Presiden SBY ada ratusan tumpukan surat yang mesti difollow up. Pak Dino saat itu melihat ada secarik kertas yang terlihat menonjol di antara tumpukan kertas tersebut. Setelah diambil dan dibaca surat tersebut berasal dari Ibu Helen. Akhirnya Pak Dino menelpon Ibu Helen untuk tahu lebih jelas mengenai permasalahannya. Dan, akhirnya Michael pun mendapat keringanan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun saja. Doa seorang Ibu yang sayang pada anaknya terkabul.

Dalam menjalani masa hukumannya, Michael, beberapa kali dipindah mulai dari Bali, Porong, dan Madiun. Ibu Helen pun saat itu memutuskan akan menetap di Jakarta. Tapi sempat bingung juga untuk mencari tempat tinggal karena beliau tidak punya banyak uang. Waktu pertama kali mencari rumah untuk disewa ditunjukan rumah yang besar sekali. “Mungkin mereka pikir kalau orang kulit putih pasti kaya. Padahal saya orang biasa saja dan tidak punya banyak uang.” Akhirnya mereka menunjukan rumah yang lebih kecil. Dan dikasih tahu ada rumah yang di gang, kecil, tidak ada air panas dan tidak ada ac, adanya kipas angin saja. “Ya, itu yang saya mau lihat. Itu cocok dengan saya.” Kenang Ibu Helen dengan gembira disambut tawa para hadirin. Akhirnya Ibu Helen menyewa rumah tersebut. Selama di Jakarta Ibu Helen bekerja di panti asuhan Yatim Piatu. Seluruh gajinya saat bekerja disumbangkan ke Yatim Piatu tersebut. Ibu Helen mendapatkan uang dari bantuan saudaranya yang di Perancis dan teman-temannya yang mendirikan Yayasan khusus untuk membantu Michael. Berkat kegigihannya dalam mempelajari hukum dan memperjuangkan anaknya, Ibu Helen dipercaya oleh Pemerintah Perancis membantu tenaga kerja Perancis yang bermasalah dengan hukum di Indonesia. Setelah bertahun-tahun lamanya menunggu akhirnya Michael bebas. Pak Dino pun memanggil Michael untuk naik ke atas panggung, menghampiri dan menatap lekat mamanya. “Thank you so much my mom.” 3 Minggu yang lalu Michael mulai bekerja di sebuah restoran. Ibu Hebat dengan perjuangan yang luar biasa. Hemm. Menarik juga kalau cerita ini dibuatkan film atau sebuah buku yang lebih detail. Jadi Siapa yang mau nulis?

DSC_0749

Pembicara ke tiga Bapak Yohanes Surya sudah siap berlari menuju ke arah panggung. Pak Dino menahannya karena MC akan keluar terlebih dahulu untuk memperkenalkan Beliau. Setelah diperkenalkan oleh MC, Pak Yohanes Surya melangkah ke atas panggung. Pak Yohannes Surya sebelumnya bekerja di intansi nuklir di Amerika Serikat dengan jabatan dan gaji yang oke. Tapi beliau mau kembali ke Indonesia untuk membangun bangsanya. Beliau ingin anak-anak Indonesia jadi juara Olimpiade fisika agar kepercayaan diri bangsa bisa naik. Pengalaman beliau yang diceritakan adalah saat pergi ke pendalaman Papua, di daerah Talikara. Anak-anak di sana susah sekali berhitung. Saat berhitung harus menggunakan lidi yang di susun di atas meja sesuai dengan angka yang dimasuk untuk di jumlah. Saat berkunjung ke salah satu SMA, beliau tanya ke salah satu siswa berapa 7+3. Ternyata tidak bisa menjawab, alasannya tidak ada lidi yang dapat digunakan untuk menghitung. Menurut Pak Yohannes Surya, tidak ada yang tidak bisa. Semua bisa kalau kita mau kerja keras. Akhirnya, dikirim guru-guru untuk mengajari anak-anak tersebut belajar Matematika dan Fisika. “Tidak ada anak ‘bodoh.’ Yang ada hanya anak yang tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar.” Ternyata terbukti hal tersebut. Setelah 2-3 tahun anak-anak yang dari Tolikara tersebut jadi pintar dan bisa berprestasi di tingkat dunia. Sungguh membanggakan dan menambah kepercayaan diri bangsa, terutama masyarakat Papua. Berkat hal tersebut banyak daerah yang minta Pak Yohannes untuk mengajar dan membimbing siswa di daerahnya. Berkat perkataan Pak Yohannes bahwa tidak ada siswa yang bodoh tersebut akhirnya Pak Yohannes diminta untuk mengajar anak yang paling ‘bodoh’ di sana. Sudah 4 tahun tidak naik kelas. Setelah belajar dengan benar akhirnya anak tersebut pintar dan bisa berprestasi di tingkat nasional dan internasional. Wow! Akhirnya pada tahun 2006 Indonesia menjadi juara olimpiade Fisika. Kepercayaan diri bangsa makin meningkat! Kita Bisa! Tidak ada yang tidak mungkin.

DSC_0766 DSC_0759 DSC_0766

“Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar. Dulu, Korea tidak ada bandingannya dengan Jepang. Tapi lihat sekarang Korea sangat maju sekali. Begitu juga dengan Cina dan India, sekarang sangat maju. Kita juga bisa menjadi Indonesia Hebat. Tahun 2021 Indonesia Jaya dan 2045 Indonesia jadi Negara Super Power!” kata Pak Yohanes penuh semangat.

Jreng! Saatnya pembicara terakhir Pak Ignasius Jonan. Dalam kesempatan tersebut MC mengucapkan selamat pada Pak Ignasius Jonan yang diangkat menjadi Menteri Perhubungan pada Kabinet Kerja Presiden Jokowi Dodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tepuk tangan 1600-an orang pun bergemuruh malam itu.

DSC_0782DSC_0781

Menurut Pak Jonan saat masuk di KAI yang diperbaiki di awal adalah kultur bekerja. Kebanyakan tidak costumer oriented. “Kereta api ya adanya begini, kalau nggak mau ya udah.” Sepertinya begitu, karena seumur-umur tidak pernah ada kereta api promosi. Penumpang datang sendiri mencari. Untuk itu kultur kerja harus diubah. Karena pelanggan/penumpang yang memberikan makan pada kita. Kalau tidak ada mereka kita bisa? Prinsip tersebut yang selalu disampaikan pada pegawai KAI. Dulu gaji seorang kepala stasiun sebesar 2,75 juta rupiah. Pak Jonan sempat tanya, apakah beneran bersih? Ternyata Kepala Stasiun tersebut mengaku memang ‘main’ tapi sedikit. Bayangkan di sebuah stasiun dari parkir saja bisa dapat penghasilan puluhan juga rupiah. Menurut Pak Jonan yang penting kerjanya jelas, sesuai target dan dapat dipertanggungjawabkan. Saat ini penghasilan seorang kepala sebuah stasiun ada yang mencapai 21 juta rupiah per bulan. Gaji pegawai juga harus diperhatikan. “Ada juga seorang masinis yang sidejobnya mengojek karena gajinya kurang untuk biaya hidup. Kalau dia ngojek dan saat membawa kereta api mengantuk bagaimana keselamatan penumpang? Padahal keselamatan adalah hal yang paling penting dalam transportasi umum.” Sepertinya tidak sedikit juga yang mengalami hal ini. Akhirnya berbagai perbaikan pun dilakukan untuk menaikan gaji pegawai. Tidak hanya itu saja, PT KAI yang dulunya merugi sekarang sudah untung walaupun masih sedikit.

Stasiun Senen dulu saat lebaran selalu kacau penanganannya. Saat ditanya kenapa bisa kacau begini? Ya, memang begitu Pak. Apakah bisa dirubah? Susah Pak. Tapi Pak Jonan berani mengambil tanggungjawab untuk menertibkan dan mengaturnya. Hingga sampai sekarang Stasiun Senen sudah bagus dan aman, penumpang saat lebaran lebih teratur. Soal subsidi memang Pak Jonan juga menyampaikan agar kalau kita tidak layak untuk disubsidi sebaiknya subsidi jangan diambil. Berikan subsidi tersebut pada orang yang benar-benar membutuhkan. Beliau juga bercerita pengalamannya waktu Pak Sofyan Djalil (Menteri Koordinator Ekonomi Kabinet Kerja) minta tolong rekomendasi buat anaknya yang akan kuliah di salah satu universitas di Amerika Serikat tempat Pak Jonan menimba ilmu. Waktu itu Pak Jonan menawarkan beasiswa untuk anak Pak Sofyan Djalil. Pak Sofyan Djalil menjawab,” biarlah beasiswa itu dipakai oleh orang yang membutuhkan Pak. Kami masih cukup untuk membiayai kuliahnya.”

“Siapa yang tiga Minggu terakhir ini ke stasiun senen? Sudah semakin baik dan bagus kan? Teriak Pak Jonan. Pak Dino dan Pak Yohanes sudah pernah ke senen? Tampak dua orang tersebut hanya senyum-senyum saja. Tenang Pak, sekarang stasiun senen sudah baik dan aman,” sambung Pak Jonan.

DSC_0787 DSC_0788

Setiap orang punya pengalaman dan jalan hidupnya sendiri. Tapi belajar dari pengalaman orang lain tidak ada salahnya, entah itu pengalaman berjuang, berhasil maupun pengalaman gagal sekali pun. Malam itu 1.600 orang mendapat pancaran energi dan semangat positif untuk terus maju dan membangun Indonesia menjadi lebih Hebat dan Jaya! Terimakasih buat Pak Dino yang konsisten membuat acara ini untuk anak muda Indonesia. Semoga tidak hanya di Jakarta tapi anak muda di kota-kota lain di Indonesia juga bisa mendapatkan suntikan semangat ini.

ORANG KAMPUNG YANG NGGAK KAMPUNGAN

norak 

“Dasar ndeso, katrok, kampungan!” Rasanya komentar itu sering terdengar di sekeliling kita. Baik untuk mengomentari perilaku, sikap, pemikiran, gaya, maupun omongan seseorang. Masalahnya, ditujukan ke siapa komentar itu? Sampeyan (kamu-Red), dia, mereka atau malah kita sendiri?

Kemajuan Zaman

Desa kelahiran saya berada di pelosok Jawa Timur, di atas gunung. Jika dulu, ibu saya suka masak ayam goreng dan ayam bakar. Sekarang dia lebih sering membuat fret ciken (fried chicken, maksudnya). Pengaruh siaran TV, cerita orang-orang yang sering pergi ke kota, para TKI yang pulang kampung,  telah ‘berjasa’ mengubah ibu saya. Bukan hanya caranya menyajikan ayam, tapi juga memilih obat pegal-linu, perabot dapur, gaya rambut dan pakaian, sampai membeli HP, untung sinyalnya masih megap-megap di sana, sehingga beli HP masih bisa ditunda.

Keren atau Norak?

Sebagai wong ndeso (orang desa-Red) tidak gampang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Ibu saya cuma contoh kecil, yang masih mau mengerti jika dijelaskan, kekhawatiran saya yang lebih besar adalah pada teman-teman sebaya saya. Termasuk juga ya saya sendiri. Dorongan untuk diakui dan dilihat keren amat sangat besar, jika tidak mengikuti trend rasanya kampungan, wong ndeso dibandingkan orang kota.

Dono, misalnya, pemuda yang membantu orangtuanya bertani ini seringkali berhenti bekerja di ladang untuk SMS-an. Sepuluh kali mencangkul, satu kali SMS. Setiap kali berjalan sore di kampung, earphone senantiasa terpasang di telinganya. Bahkan saat naik motor pun earphone-nya tetap terpasang, dengan musik pop dan dangdut yang membuatnya mengangguk dan menggeleng sepanjang jalan. Walaah apa bisa kosentrasi penuh di jalan? Apa tidak takut kecelakaan ya?

Lain halnya dengan Gono, perantauan yang sekarang bekerja di perkebunan kelapa sawit di luar daerah, nekad membeli HP tapi tidak bisa SMS-an. Beberapa kali SMS yang dikirim ke orangtuanya di kampung kosong-blong tanpa kata-kata. hahaha! Sementara itu Harno, cowok yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh di kota, pulang ke desanya di daerah Wonogiri, sambil bergaya dengan HP 3G terbarunya. Tapi 3G’nya hanya jadi omongan, karena pada prakteknya tidak ada teman-temannya yang memiliki teknologi 3G.  Begitu juga dengan Darno, tetangganya yang bekerja sebagai penjual bakso, baru saja membeli HP yang katanya ‘canggih’ karena bisa digunakan untuk menonton acara TV. Tapi hingga detik ini belum ‘terbukti’ kecanggihannya karena sinyalnya memang belum ada. Saya jadi bertanya apakah mereka yang bekerja sebagai buruh dan penjual bakso perlu memiliki HP secanggih itu?  Malah ada penjual bakso yang membeli laptop seharga 5 jutaan. Terus kamu gunakan untuk apa laptop itu? Untuk mencatat pengeluaran dan pendapatanku tiap hari setelah selesai jualan. Selain itu? belum ada sih, wong ora metu internete.. Gokil!

Penampilan

Soal pakaian, model rambut, gaya ngomong biasanya yang paling banyak diikuti, termasuk saya sendiri. Teman saya banyak yang rambutnya dicat warna pirang. Agar kelihatan lebih gaul. Tapi malah ada yang menyindir seperti bule gosong. Sarni, teman saya yang masih sekolah SMU, mengaku ngecat rambutnya saat liburan sekolah. “Itu cara terbaik agar terhindar dari pemeriksaan guru,” katanya penuh keyakinan. Lain halnya dengan Tanto, dia gonta-ganti model rambut sesuai dengan trend di teman-temannya. “Gaya rambutku pernah Beckam, emo, dan sekarang jabrik. Pokoknya ikuti saja teman-temanku.” Saya sendiri pernah bergaya rambut ala Beckam, tapi canggung dan malu. Sepertinya tidak pas rambutku diatur begitu. Akhirnya rubah lagi, sekarang dipotong acak-acakan. Tapi karena rambutku jarang jadi agak gak pas juga. Malu rasanya.

Sementara itu, Yop, dari Jawa Tengah yang sekarang sekolah di Jakarta menuturkan, “Sekarang lagi trend pakai celana ‘pensil’ (celana panjang yang bagian ujungnya dibuat sangat kecil-Red). “Aku harus memakainya biar bisa masuk ke pergaulan teman-teman di sekolah. Tapi, aku ragu celana itu pantas atau nggak kupakai.” Belum lagi soal gaya ngomong, kalau gaul sama orang kota (Jakarta) manggil orang lain ‘lu’ manggil diri sediri ‘gue.’ Saya pernah coba juga agar terlihat ngikutin zaman. Tapi nyatanya teman saya bilang, gak patut (nggak pantas-Red). Saya juga pernah SMS-an dengan bahasa Tio Ciu (salah satu bahasa Cina). Teman saya bilang, “gak usah maksa deh.” Saya makin malu.

Ganti Nama

Zaman sudah ganti rasane nama juga harus ganti yang keren. Nama warisan bopo lan biyung (bapak dan ibu-Red) sepertinya nggak bagus lagi. Akhirnya nama pun dirubah agar terlihat ‘kota’ dan keren. Nama yang mengandung ‘Yem’, ‘Jem’, ‘Nah’, Jo, dll pun saiki (sekarang-Red) sudah disirik (dihindari-Red) anak desa. Nggak keren. Nggak gaul katanya. Saya sendiri pernah memakai nama panggilan yang ke ‘Jepang’an. Memang sih nama asli saya tidak ganti. Tapi banyak yang bilang nama saya belum selesai. Kadang jadi bahan ledekan. Namaku Sukadi. Sukaditampar, sukaditendang, sukadibully, sukadicium, sukadiolok dan semua sumpah serapah lainnya. Hahaha.! Tapi lucu juga nama saya jadi bahan omongan.

Berbagai usaha pun saya dan teman-teman lakukan agar terpenuhi keinginan tampil keren. Mulai dari jual sapi, jual ladang, dan ngutang. Bahkan sampai ada yang nekat curi uang, HP, dan kabel listrik saking pengennya punya HP dan banyak uang, biar dianggap anak gaul.

Jadi Orang Pintar

Sebenarnya kalau kita mengikuti perkembangan zaman adalah hal yang bagus. Karena itu artinya kita ada keinginan untuk belajar hal baru. Tapi sayangnya, yang kita ikutin, termasuk saya sendiri, hanya ‘kulitnya’ saja. Begitu juga dengan pendapat Pandita Sukirno, “banyak orang desa ngikutin zaman dari gayanya saja. Tapi secara wawasan, sikap hidup dan interesnya masih kurang. Makanya terkesan norak. Mestinya kita tidak alergi untuk belajar hal baru. Jangan malu bertanya,” menurutnya itu kunci agar kita jadi pintar. Semoga dengan begitu orang kampung nggak dibilang kampungan lagi. Tapi orang kampung yang nggak kampungan!

Noted : Juni 2008.

HAPPY!

Gambar

Foto : diambil dari FB atAmeria

Langit mulai sedikit gelap. Mendung menghitam menyelimuti langit sore ini. Sesekali kulihat meja di dinding kantorku. Ahk! Baru jam 4 sore. Berangkat nggak ya? Hemm. Berangkat sendiri rasanya nggak enak. Di sana pasti jadi orang bego sendiri, mondar-mandir. Membolak-balik majalah berbahasa Inggris yang aku nggak ngerti artinya. Ngisin-ngisini! Kayaknya nggak pergi aja deh. Tapi malam ini masa gak dapat ilmu apa-apa? Nggak ada jadwal rapat dan persiapan pertemuan. Sore ini juga nggak hujan (belum tentu juga sih).

Temanku yang sangat antusias untuk berangkat malah waktunya nggak bisa karena jadwalnya bentrok dengan latihan band-nya. Sungguh bimbang saat itu memutuskan berangkat atau tidak ke @merica di lantai 3 Mall Pasific Place. Di sana ada acara iLearn@america Showtime with Rene and Friends gratis! Kalau nggak datang rugi. Selain nggak ada teman, macetnya bikin males. Kemarin aja waktu berangkat sama temanku naik motor, berangkatnya jam 17.30 wib. Jam segitu sangat macet orang pada pulang kantor. Ribuan motor rebutan jalan dengan mobil dan motor yang lain. Melihat hal itu rasanya seperti aliran air di sungai dan kami menjadi salah satu titik airnya.

Jarum jam menunjukan pukul 5 sore kurang 10 menit tapi aku belum memutuskan untuk berangkat atau tidak. Tik tok tik tok tik tok! Aku berangkat. Tepat jam 5 sore aku putuskan. Langsung aja aku tinggalkan meja kantor. Aku menuju kuil untuk sembahyang sore. Aku nggak mau menunda dan menjanjikan sembahyang pada malam hari saja. Biasanya kalau sudah janji begitu pasti nggak aku tepati. Akh, nggak usah sembahyang deh. Udah capek. Maka aku paksakan diriku untuk sembahyang duu sebelum berangkat ke @merica. Senang rasanya melawan kemalesan sembahyang ini. Yes! Aku berhasil melewati satu hal.

Setelah sembahyang selesai aku langsung makan malam di kantin. Nyam.. walaupun kurang seeedap tapi perut harus terisi agar bisa konsentrasi ikut acara. Laptop, buku catatan, bolpoin, kacamata, kunci motor, jaket semuanya aku periksa dan siapkan satu-satu. Jangan sampai ada hal sepele yang aku butuhkan ternyata ketinggalan. Temanku meminjamkan kamera digitalnya agar digunakan untuk mengambil foto presentasi pembicaranya. Boleh juga tuh! Aku pun bisa mengulang kembali untuk dipelajari lagi materinya.

Plek plek plek.. Langkah kakiku mantap menuju garasi tempat parkir motorku. Sampai luar ruangan pun masih tergoda lagi untuk tidak berangkat. Hmm rasanya mendungnya mulai tebal dan hitam, kayaknya enak nggak berangkat deh. Apalagi nggak punya jas hujan. Nanti kalau hujan di tengah jalan gimana? Nanti kalau pas hujan terjebak macet dan nggak ada tempat berteduh gimana? Dasar iblis sesat, tetap saja banyak hal buruk yang aku bayangin dan kawatirkan.

Sementara iblis satunya tak mau kalah. Kalau hujan ya berteduh dodol. Kalau kehujanan ditengah kemacetan dan nggak bisa berteduh ya itu sudah nasib dan resiko yang harus kamu terima karena nggak siapkan jas hujan. Wong belum dilakukan kok sudah menyerah duluan. Mending kamu berangkat dan apa pun yang terjadi kamu akan ada cerita lain yang menarik hari ini. Meskipun cerita terburuknya hal yang kamu kawatirkan akan terjadi dan sampai @merica semua tempat duduk sudah penuh dan kamu nggak bisa masuk. Terus kamu hanya bisa jalan-jalan di mal lalu pulang. Atau kamu memilih untuk tidak berangkat dan ya…. Paling cuma nonton, browsing, membaca dan chating. Dan yang pasti tidak dapat hal yang ‘benar-benar’ baru.

Akhirnya motorku nyalakan. Setelah sedikit panas aku langsung pacu untuk berangkat. Sampai  di jalan depan pasar rumput kok nggak macet seperti biasanya ya? Ini rejekiku karena aku semangat datang sehingga macetpun berkurang. Hahaha! Begitu sampai di jalan Jendral Sudirman ternyata masih macet juga tapi aku tetap semangat. Sampai di Pasific Place sekitar jam 18.15. Sampai di @merica mengikuti prosedur seperti biasa untuk memasuki ruangan. Cek metal detector, bawa barang yang akan diperlukan (kamera, bolpoin, buku, HP) lalu titipkan tasnya di tempat penyimpanan.

Wah, ternyata sudah mulai banyak juga ya yang datang. Langsung saja aku menuju ke tempat majalah. Aku sangat suka melihat majalah itu, walaupun agak kesulitan untuk membaca dan mengerti isinya karena semuanya berbahasa Inggris. Tapi sambil belajar ya sambil lihat gambarnya. Tak beberapa lama pun meja pendaftaran sudah dibuka. Aku harus mengantri dibarisan peserta yang belum mendaftar secara online.

Teng! Jam 7 malam acara pun dimulai dan tampak banyak sekali peserta yang hadir saat itu. Sepertinya karena para pembicaranya yang keren dan terkenal itu jadi banyak yang antusias. Aku rasa bukan hanya itu tapi juga karena memang banyak yang datang karena tertarik dengan materinya seputar public speaking atau apalah itu namanya.

Aku duduk di tempat yang nyaman untuk melihat panggung. Tidak terlalu jauh dan dekat dengan panggung dengan jarak pandang yang pas. Hemm. Aku nggak ada yang kenal sama sekali dengan yang lain. Sementara yang datang bersama temannya, gengnya ataupun gebetannya bisa saling ngobrol, bercanda maupun memainkan HP mereka. Ahk, aku kok jadi ciut nyalinya karena nggak ada teman. Akh, masa bodohlah yang penting bisa belajar dan merasakan happy. Materi pun diberikan para pembicara dengan segar, penuh percaya diri, lucu, interaktif dan keren! Sesekali diselingi dengan teriakan, gerakan yang harus dilakukan bersama-sama secara berulang. Sehingga peserta pun benar-benar dibawa larut dan langsung masuk berada dalam ‘materi.’ Selain terkesan dengan orang dan cara memberikan materinya yang oke. Aku juga terkagum dengan presentasinya. Dengan menggunakan aplikasi ‘keynote’ di mac presentasi lebih simple, color full, berseni dan keren! Dari materi itu kita diajak untuk menjadi orang yang keren. Diawal, saat pembicara menanyakan pada peserta “siapa di sini yang keren?” sebagian besar diam. Lainnya bilang keren atau nggak keren tapi lirih. Rasanya lebih tepatnya hanya ngedumel. Weewen! Hal itu dipertegas lagi dengan ditanya lagi oleh pembicara. Tapi tidak banyak berubah dari suasana seperti waktu ditanya pertamakali. Rasanya untuk mengakui diri kita keren saja atau setidaknya bisa keren, sangat tidak percaya diri. Lebih banyak yang kita bayangkan diri kita nggak keren dan orang lain lebih keren. Bahkan mengakui bahwa setiap orang bisa keren pun kok susah ya..

Materi berlanjut, dan pembicara minta 9 volunteer untuk maju ke panggung. Mereka diminta untuk menyebutkan nama dan ‘verb’ yang mengambarkan diri mereka. Secara bergiliran mereka menyebutkan nama dan ‘verb’ dengan gaya masing-masing. Ada ‘verb’ running, speaking, singing, teaching, giving, laughing, reading, dll. Peserta lain yang nggak maju lalu diminta untuk bergabung dengan ‘verb’ yang mewakili diri kita. Aku pilih siapa ya? Dalam waktu singkat harus segera menentukan. Aku tertarik dengan ‘verb’ speaking, reading dan teaching. Tapi hatiku mengatakan rasanya aku lebih tertarik untuk milih speaking. Selain pertimbangan ‘verb’-nya aku juga pertimbangkan orangnya. Sepertinya dari ketiga verb itu aku lebih tertarik dengan yang speaking. Yeah! Akhirnya aku memilih sesuatu hatiku. Hahaha. Aku makin semangat!

Terus terang aku sangat suka metode belajar berkelompok seperti ini. Selain belajar materi, berkelompok juga membuat kita untuk belajar berinteraksi, kerjasama, berkomunikasi dan bergaul. Aku makin happy. J kelompok kami berjumlah 12 orang. Masing-masing menuliskan namanya pada selembar kertas dan ditaruh di lantai di depan masing-masing orang. Tiap satu menit per orang bergantian cerita mengenai ‘cerita hidup’ yang paling menarik. Dalam waktu yang sikat tersebut aku agak gugup. Aduh aku mesti cerita apa ya? Aduh nanti kalau ceritaku jelek bagaimana ya? Aduh kok jadi memikirkan kejelekan begini? Aku harus kosentrasi mendegarkan cerita temanku. Bukan malah fokus pada diriku. Ada yang cerita soal dirinya yang selalu dibullying teman-temannya, ada yang cerita dapat beasiswa keluar negeri, ada yang cerita soal putus cinta dan move on, cerita soal semangatnya untuk menginspirasi orang lain, cerita soal semangatnya untuk kuliah, dan lain-lain. Aku cerita soal namaku yang belum lengkap, juga pengalaman pertamakali naik pesawat terbang. Hahaha agak nggak pede karena nggak jelas ceritaku kemana-mana. Sampai-sampai aku Tanya “waktunya sudah habis belum ya?” temanku jawab,”masih ada waktu.” Hahaha! Matiloh. Aku berharap waktu sudah habis ternyata masih ada. Jancuk! Haha. Udah aku sampai situ saja.

Lalu gantian ketua yang bercerita. Setelah selesai kami harus voting untuk menentukan perwakilan kelompok speaking. Ternyata yang menang ketua kelompok kami, Edrida namanya. Setelah itu kompetisi antar kelompok berlanjur di atas panggung. Setiap kelompok berseru menyemangati perwakilan mereka masing-masing. Showtime! Masing-masing bergiliran cerita selama 1 menit. Dari 9 perwakilan itu aku menjagokan ketuaku dan salah satu cewek lagi yang bercerita soal passion-nya di bidang komunikasi. Satu lagi siapa ya yang aku jagoin? Hehe.. kok lupa ya. Ternyata dua jagoku itu menang ditambah satu lagi cowok yang passionnya menyanyi. Berencana kuliah di Amerika setelah pulang ke Indonesia akan membentuk group musik seperti incognito. Yeah! Perwakilan kelompokku menang! Di sela-sela itu aku meminta teman-teman kelompokku untuk menuliskan identitasnya. Aku nggak mau perkenalan dan perjumpaan ini berlalu begitu saja. Aku ingin bergaul dan berteman dengan mereka agar lebih akrab dan happy lagi. Menurutku dengan banyak teman hidup akan lebih berwarna dan happy. Apalagi kalau teman-teman kita beragam. Aku happy sekali saat itu. Malah ketua mempunyai ide untuk melanjutkan pertemannya dan akan membentuk club “Inspiring Speaker” di facebook. Yea! Setuju.. Benar juga pertemanan kami berlanjut melalui media social twitter.. Hari ini aku happy menemukan kalian semua orang-orang keren yang menginspirasiku dan happy. Senyuman dan optimism terpancar semua di wajah kita. Mari berkolaborasi! Happy!

KERETA KITA LOH!

Hari Minggu kemarin, tepatnya tanggal 3 November saya berserta seorang teman menghadiri undangan acara vihara di daerah Lippo Karawaci. Awalnya saya mengusulkan untuk naik bis tapi teman saya katanya kurang suka naik bis yang terlalu jauh jaraknya. Ya sudah akhirnya kami naik kereta. Sekalian melihat apakah kereta commuterline sekarang makin membaik pelayanannya.

 Sekitar jam 07.30 wib saya berangkat dari Stasiun Manggarai. Suasana di antrian tiket tidak terlalu ramai, jadi gampang untuk mendapatkan tiket. Tinggal banyar 10 ribu kita dapat 2 kartu tiket harian untuk satu kali perjalanan. 3 ribu untuk biaya tiket dan 5 ribu untuk jaminan kartu.

 

Sekitar 15 menit kereta sudah sampai di stasiun Duri. Kami pindah ke kereta jurusan Tangerang. Agak lama juga menunggu di sana. Kursi tempat duduk yang terbatas membuat kami dan banyak penumpang yang lain harus berdiri. Karena gak tahan menunggu dengan berdiri akhirnya kami memanfaatkan koran yang isinya iklan untuk alas duduk. Sekitar 20-25 menit kami menunggu kereta jurusan Tangerang datang.

 

Setelah kereta tiba, penumpang tampak antusias untuk mepet ke garis batas warna kuning di lantai stasiun. Beberapa orang melanggar garis batas itu sehingga petugas keamanan yang berseragam biru dengan topi baja/plastik warna putih harus memperingatkan mereka dengan “Prit! Minggir! Minggir Bu, Pak! Awas ada kereta datang!”

Padahal sebelum petugas itu memperingatkan sudah ada suara petugas stasiun dari pengeras suara yang memberitahukan akan ada kereta datang. Penumpang dimohon untuk tidak melewati garis batas aman. Selain itu juga dimohon untuk mendahulukan penumpang yang turun terlebih dahulu.

Kereta berhenti, masing-masing penumpang yang akan masuk berjubel di depan pintu masuk. Terus, bagaimana penumpang yang akan turun kalau ditutupi begini? Kenapa mereka tidak mendahulukan yang turun dulu? Apa yang dipikirkan oleh penumpang yang akan masuk? Hemmm. Rasanya mereka takut tidak kebagian tempat duduk, sehingga harus berdiri. Setelah pintu kereta terbuka benar saja, penumpang yang dari luar menerabas masuk tanpa ampun. Sementera penumpang yang akan turun tampak kesal karena terhalang. Sungguh kacau keluar masuknya. Mestinya penumpang yang turun didahulukan dulu tapi ini tidak. Untung saja tidak terjadi perkelahian. Tapi apakah mungkin tidak ada perkelahian sama sekalia kalau saling gontok-gontokan? Semoga saja tidak!

Pasti kesal dan umpatan yang akan keluar dari pihak yang dirugikan.

Rasanya memang terus menerus harus diingatkan dan diberikan “pendidikan untuk menjadi penumpang yang tertib.”  Saya lihat disamping kanan dan kiri pintu sudah ada stiker yang menghimbau agar didahulukan penumpang yang turun. Tapi rasanya itu ngggak mempan. Hehe. Padahal itu di hari Minggu yang tidak terlalu padat penumpangnya. Bagaimana ya kalau di hari-hari kerja dan jam-jam sibuk?

 

Semua orang berharap pemerintah memberikan sarana transportasi yang aman, nyaman, bersih dan murah. Tapi kadang kita sendiri sebagai penumpang kurang bisa menjadi partner pemerintah untuk mewujudkan itu. Dari yang paling sederhanan soal mengantri keluar masuk kereta itu tadi. Belum lagi kalau ada yang sampai kakinya tersangkut di lubang antara kereta dan lantai stasiun sementara penonton berjubel keluar-masuk. Belum lagi kalau ada pencopet yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Memang sih tidak enak kalau naik kereta tapi berdiri. Hehehe. Tapi itu sudah resikonya kalau dalam jam sibuk penumpang. Tapi, kapan lagi kalau nggak dimulai dari sekarang untuk tertib? Berhadap pada siapa yang akan mau tertib kalau tidak dimulai dari diri kita sendiri? Apalagi di Jakarta akan ada MRT. Saya berharap berbagai pihak dapat menyiapkan para penumpangnya untuk tertib mengikuti aturan dan budaya dalam memanfaatkan transportasi yang semakin bagus. Termasuk penumpangnya sendiri. Mari!

WOW!

Gambar

Beberapa hari sebelum lebaran tahun 2013, aku harus mengantarkan kartu ucapan lebaran untuk relasi kantor ke Stasiun Bogor. Sebenarnya kartu itu harus diantarkan ke Megamendung tapi aku menawarkan jalan tengah dengan mengantarkannya sampai ke stasiun Bogor. Aku dan temanku janjian bertemu di sana.

Satu tahun sudah aku di Jakarta dan sangat jarang sekali ke stasiun kereta api Manggarai. Beda dengan dulu waktu aku bertugas di Solo. Hampir setiap bulan mengikuti acara di Jakarta dengan naik kereta api dan selalu turun di stasiunitu. Pulangnya pun selalu naik kereta dari Manggarai.

Setelah sekalian lama gak ke stasiun itu, tanggal 4 Agustus 2013, aku ke sana. Pintu masuk yang dulu biasa dipakai ternyata sudah ditutup dengan jeruji besi. “Hem,ada apa gerangan ini. Kok pintu masuknya di tutup semuanya.” Aku pikir stasiunini sudah ditutup, tapi mana mungkin. Aku terus berjalan di trotoar yang dulu sering digunakan tukang ojek dan sopir bajaj untuk mencari penumpang. Ah! Di sebelah timur, sisi kiri dari pintu utama yang dulu, kok sepi juga ya?

Wow! Ternyata pintu masuk dan keluar penumpang sudah pindah sekitar 100-an meter dari pintu yang dulu. Halaman pintu masuknya cukup luas dan lega. Lantainya pun bersih dan lebih rapi. Aku kagum. Ini seperti stasiun MRT di Singapura saja.  Hahaha! Tempat mengantri tiket pun  ada pembatasnya seperti di kantor-kantor bank. Tempat yang cukup luas itu sepertinya cukup nyaman jika   penumpang akan mengantri tiket maupun keluar masuk stasiun. Tapi yang masihmenjadi pekerjaan rumah selanjutnya adalah fasilitas tempat mangkal tukangojek, bajaj dan taksi. Jika tempat mereka langsung di depan stasiun sepertinya jalan raya akan semrawut dan macet lagi. Menurutku mestinya gak langsung di depan pintu masuk stasiun. Tempat mereka bisa beberapa puluh meter dari situ. Selain jalan raya jadi nyaman, tidak macet dan semrawut juga aman bagi penumpang. Siapa yang nggak mau begitu? Tertata rapi, bersih,nyaman, aman dan teratur.

Lalu saya antri membeli tiket. Sekarang tiketnya menggunakan kartu, ada yang singletrip(untuk sekali jalan yang harus dimasukan lagi ke mesin otomatis di e-gate tujuan kita) ada yang multitrip (untuk berkali-kali pemakaian. Bisa dibawa pulang dan diisi ulang). Tapi baru Seminggu dikeluarkan ternyata sudah banyak kartunya yang hilang. Menurut Direktur Utama PT KAI Igansius Jonan, “dari 1,1 juta kartu elektronik sekarang tinggal 400 ribu saja.Ketika keluar stasiun harusnya melewati e-gate dan memasukkan kembali kartu single trip ke dalam mesin otomatis. Namun, yang terjadi di lapangan, banyak penumpang commuterline yang justru malah keluar melalui pintu manual atau melalui jalan rel. Padahal, pintu manual tersebut khusus untuk penumpang kereta ekonomi yang masih menggunakan tiket karcis.” Kerugiannya sekitar 3 milyar. Wow! Kira-kira tiket yang hilang itu beneran hilang atau kemana ya? Pasti ada yang dipakai untuk kenang-kenangan/ cinderamata, untuk gantungan kunci, dikoleksi, disimpan di dompet, dirusak atau memang benar-benar hilang. Kira-kira kalau Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik kita digituin apa yang akan kita lakukan? Memang tidak gampang masa peralihandari tiket manual ke tiket elektronik ini. Masyarakat butuh waktu untuk menyesuaikan dan perlu ada pendidikan dalam menggunakan fasilitas umum bagi masyarakat umum. Ini tugas siapa? Siapa saja.

Jurusan Manggarai-Bogor harga tiketnya empat ribu rupiah. Murah banget! Tapi ternyata itu sudah disubsidi pemerintah sebesar lima ribu rupiah. Aku berharap semoga ekonomi Indonesia dan masyarakat membaik sehingga subsidi ini bisa dikurangi sedikit-demi sedikit.Kalau subsidi gak dikurangi makin menggununglah hutang Negara kita. Hehehe. Gak enak banget’kan kalau kita punya banyak hutang? Jleb!
Tiket kartu elektronik sudah di tangan saatnya masuk ke dalam stasiun. Kartu ditempelkan dan setelah lampu hijau menyala, kita bisa masuk. Tapi di pintu masuk tersebut masih banyak sekali penjaganya. Mereka membantu mengawasi penumpang yang menempelkan kartu dan pasti berjaga-jaga kalau ada penumpang yang nakal tanpa kartu atau keluart anpa memasukan kembali kartunya. Memang berbeda dengan Singapura yang sangat jarang sekali ada penjaganya. Semuanya di sana sudah tersistem dan diatur,termasuk warganya sudah lebih sadar untuk mengikuti aturan dan sistem. Semua diawadi dengan kamera CCTV. Tapi di Indonesia belum semuanya bisa. Sedikit demi sedikit kita pasti bisa. Mungkin untuk mereka yang tidak terbiasa dengan kartu elektronik, rasanya rumit dan repot.Belum lagi kalau terjadi kesalahan dan kita tidak bisa masuk? Repot.

Kartu singletrip aku tempelkan di mesin otomatis. Klek! Lampu hijau menyala, aku bisa masuk ke dalam stasiun. Wuih… Stasiunnya bersih banget dan rapi. Tiap tempat duduk dan tempat sampahnya dicat baru. Para pedagang yangdulu sangat ramai di dalam area stasiun sekarang tidak ada lagi. Mereka jualandi mana sekarang? Atau karena bulan puasa mereka tidak jualan?

Keren! kalau bisa terjaga danterus bertahan seperti sekarang ini. Di koridor tempat tunggu penumpang beberapa penjaga berseragam siap membantu penumpang yang kebingungan menunggu keretanya atau jalur kereta yang akan dilewati. Menurutku PT KAI dan Pemerintah benar-benar serius untuk memperbaiki pelayanannya. Mungkin ini sebagian kecil saja tapi menurutku ini bukti Indonesia kita makin maju dan modern.

Setelah kereta KRL Commuter Line jurusan Bogor datang para penumpang masuk. Kadang masih banyak penumpang yang mau masuk tidak mendahulukan penumpang yang mau keluar terlebih dulu.Jadinya masih sering saling dorong atau senggolan yang tidak perlu antara penumpang yang akan keluar dan masuk. Mestinya tiap orang sadar bahwa penumpang yang keluar harus kita utamakan terlebih dahulu. Ada baiknya juga dibantud engan fasilitas garis alur di lantai stasiun. Jadi di mana jalur orang yangakan keluar dan jalur orang yang mau masuk untuk menunggu terlebih dahulu lebihjelas. Tapi ya itu, kita gak sabaran untuk mengantri dan mendahulukan orang lain. Maunya serba cepat, dapat tempat duduk yang nyaman dan tidak perlu antri.Hehehe. Kalau semua orang yang naik kereta begitu kira-kira akan terjadi apaya? Mari tertib! Dimulai dari siapa? Aku sendiri. 😛

Kereta Commuter Line yang aku tumpangi cukup bersih, ada AC dan masih ditambah lagi dengan kipas angin.Mungkin AC-nya masih kurang dingin jadi perlu ada penambahan kipas. Di dalam kereta tidak ada pedagang dan pengamen sama sekali. Sungguh nyaman untuk menikmati perjalan selama satu jam ke Bogor. Juga tidak ada bau-bau yang aneh kecuali kalau ada yang belum mandi.Di setiap atas pintu kereta ada peta jalur kereta yang memudahkan penumpang untuk mengetahui lajur yang telah dan akan dilalui. Tapi masih ada yang kurang, mungkin nanti akan dibuat elektronik lagi peta jalurnya. jadi setiap berhenti di stasiun mana lampunya akan menyala. Lebih baik lagi kalau ditambah dengan “suara pemberitahuan” otomatis yang lugas, tegas dan jelas di setiap stasiun. Jauh lebih sempurna lagi kalau papan nama stasiun agak banyak disebar. Sehingga bagi orang yang jarang atau baru pertama naik kereta jadi akan mudah untuk mengetahui perjalanannya sudah sampai stasiun mana. Soalnya saat ini masih jarang sekali papan nama stasiunnya. jadi kadang sebagai penumpang agak bingung keretanya ini sudah sampai mana. Kalau banyak wisatawan luar negeri yang ke negara kita juga akan makin mudah dan nyaman dengan hal itu untuk petunjuk.

Sampai di stasiun Bogor aku langsung melangkahkan kaki ke arah pintu keluar (yang dulu). Eh, kok banyak penumpang yang berjalan ke arah kanan sih. Bego amat aku terus melangkah.Ternyata, pintu keluar penumpangnya sudah pindah ke kanan. Modar kon! Duh, aku malu sendiri karena harus berjalan memutar lagi ke arah pintu keluar. Jalan menuju pintu keluarpun tampak megah. Ada dua sisi jalan yang dinaungi dengan kanopi. Di tengah-tengah kedua jalan tersebut ada taman yang memanjang dan hijau. Benar-benar menyejukkan mata dan hati. Selain itu daun-daunan hijau tanaman tersebut juga membantu mengurangi polusi udara. Memang perbaikan yang dilakukan belum bisa mencakup ke semua hal dan bidang. Tapi setidaknya sudah dimulai dari langkah kecil yang nyata dan dapat kita rasakan. Semoga semua orang bisa menjaganya, termasuk aku sendiri. Mari!

Kena Hukuman

 

Gambar

Ah…aku nggak tahu kapan tepatnya dan aku kelas berapa. Saat itu aku masih SD. Sekalohku adalah SD Inpres (Instruksi Presiden. Mungkin singkatannya itu). Saking terpencilnya karena kampungku, tepatnya dusun Wonomulyo berada di tengah-tengah gunung dan hutan. Di bagian Barat, Selatan, Utara dan Timur hutan semua. Meskipun sebelum memasuki hutan pasti ada ladang sayuran yang menghijau dan subur. Di lereng-lereng bukit yang curam dan terjal nenek dan kakekku merintis untuk membuat ladang. aduhhh…kok jadi ngelantur cerita desa sih..hahahaha…gpp deh..agar bisa tergambar suasana desaku di tulisan ini. Rumah-rumah di desaku jadinya berada di beberapa tanah datar. Aku bilang beberapa karena nggak banyak dan nggak luas tanah datar yang layak untuk dibuat rumah.

Jadinya rumah-rumah di dusunku dibagi beberapa blok. Di bagian Barat ada beberapa blok yang dinamai Djeblok Kulon, Gedangan, Templek, dan Mbelik. Di Bagian Tengah ada yang dinamai Djeblok Tengah dan Centong. Di Djeblok Tengah ada pasar sayur yang sekaligus pasar dusun. Setiap pasaran Wage dan Pahing  (hari dalam penanggalan Jawa) pasti ramai. Banyak pedagang makanan, baju dan kebutuhan sehari-hari datang dari desa lain di bagian Timur dusunku yang jaraknya minimal 7 kilo meter degan jalanan yang menurun. Di sini juga ada sekolah dasar Inpres, Masjid dan taman kanak-kanak (ada cerita soal masa TK lain kali ya..wakkakaka. Asyik dapat ide lagi. 😀  Di bagian Timur ada Ngelorokan dan Muning. Di daerah ini ada kuburan dusun yang letaknya dekat banget dengan jalan utama dusun.. Argggggg.. Seremmm..! (ada ide cerita lagi de..wakakka) Bagian Selatan dan Utara semuanya perbukitan dan ladang.

Sekolahku adalah SD yang dibangun sekitar tahun 80-an. Aku masih inget waktu kecil sering main ke sekolah untuk lihat bapak-bapak tukang memasang pelapon kelas-kelas di sekolahku..  Denah sekolahku seperti huruf U. Tengah-tengahnya ada kolam besar yang di dalamnya dibuat pulau-pulau selayaknya peta Indonesia tiruan. Keren sekali..lantai bawahnya dicat biru. So ada ikan mas di dalamnya. Setelah pulang sekolah kerjaku dan teman-teman pasti curi dan main tangkap ikan di kolam ini. Sayang ikannya kecil-kecil jadi gak layak di goreng.hahahhahahaha… Selain itu sekolahku memiliki lapangan yang besar  untuk SKJ, main bola, main kasti, galasin, dll. Di dekat sekolah ada masjid dan punden (semacam sumber air yang ada makamnya dan di keramatkan). Sehari-hari aku minum air yang berasal dari sumber ini.
langsung ke cerita deh… waktu itu lagi musim panas. Setiap hari ada saja pedagang es lilin yang datang ke sekolah menjajakan dagangannya. 1 potong es lilin (sekitar 10 cm) dihargai kalau gak salah Rp.50,-  – Rp.100,- (murah banget kan kala u ukuran sekarang). Uang sakuku sekitar Rp.200.- perak per hari…wakakkaka… Biasaya buat jajan makan di warung dekat sekolah dan pasar sekitar segitu harganya.

Saking panasnya laris banget es lilinya. Bahkan ada 2 penjual yang jualan di situ. Aku dan teman-teman kegirangan sekali beli es. Sampai-sampai kami lupa untuk buang sampah ke tempatnya.. Jadinya lapangan penuh dengan plastik bekas bungkus es lilin yang berserakan. Pak Mujiono, salah seorang guru SD yang sebenarnya adalah Pak Dheku (kakak ibu kandungku), marah besar. Dia melangkah ke arah aku dan teman-teman yang lagi bergerombol menjilati es lilin. Aku nggak lihat kalau beliau datang jadinya ketangkap basah masih pegang es lilin bersama 2 temanku yang lainnya. Sementara teman-temanku yang lain udah pada mengambil langkah 2000. Sialan aku dijewer…Ampun…….Ama keponakan sendiri kok tega banget seeee….. bentakku dalam hati..Tapi takut mau protes…. Aku dan 2 temanku dibawa ke depan ruang kantor.. Spontan kami jadi bahan tertawaan seluruh siswa yang berjumlah sekitar 120 – 130 an anak.

Pak Muji akhirnya menghukum kami untuk membuang sebungkus sampah plastik bekas es lilin ke Gedong. Gedong adalah salah satu bukit di sebelah selatan desa yang cukup tinggi dan tampak dengan jelas dari arah sekolah. Akhirnya kami menurut dan mulai jalan bertiga sambil membawa sebungkus plastik bekas es lilin dengan sesengukan tangis. Hik.. Hik.. hik.. hik…. Hidung meler… Mata banjir…..

Duh, malunya luarbiasa…. Apalagi saat berpapasan dengan penduduk yang pulang dari ladang pada tanyain kenapa… Malu jelasinnya… 😦 Akhirnya selesai juga hukumannya setelah kami buang di salah satu lereng bukit.. Tampak para guru dan murid melihat kami dari depan kantor dan sekolah…. Kami pulang sampai sekolah menunduk malu.. Lebih lagi di dalam kelas..Teman-teman seperti menganggap aku patung.. Sejak itu aku jadi tahu arti kebersihan dan buang sampah harus pada tempatnya… KAPOK!